Untuk Anak-anak yang Tinggal Kelas

Sedih memang saat melihat teman, saudara, anak, atau murid harus tinggal kelas. Terutama yang mengalaminya, sahabatnya juga gurunya. reaksi pada orang tua bias saja beragam. Ada yang mendampratnya, “Rasain, ya gitu itu kalau tidak nurut sama mama!”, atau “Dasar anak bodoh!” Perlukah reaksi seperti itu? Haruskah kita membebankan seluruh kesalahan pada anak?

Tentu banyak hal yang memengaruhi hasil belajar anak. Disiplin anak itu sendiri, pendampingan orang tua, lingkungan, ataupun hal-hal lain. Tentu saja ketidaknaikan anak ke kelas berikutnya, tidak begitu saja. Tentu hal tersebut sudah bias diperkirakan sebelumnya. Dianalisis sebelumnya berdasarkan prestasi harian anak tersebut. Biasanya guru sudah melakukan komunikasi dengan orang tua membahas masalah tersebut. Lantas jika memang anak harus tidak tidak naik, siapa yang mesti bertanggung jawab?

Bagi orang tua yang emosional, tentu ia akan mendampratnya. Bagi orang tua yang bijaksana tentu akan member nasehat yang bijaksana pula. “Lain kali lebih baik lagi ya..” “Gak apa-apa, mendingan gak naik dari pada nanti kesulitan di kelas atas”, dsb..dsb..Kata-kata tersebut tentu lebih membesarkan hati dan tentu dapat menguatkan anak serta tidak mengubur semangat anak bersama kegagalannya.Susahkah kita ngomong yang baik sama anak kita?

Beberapa orang tua akan memindah anaknya ke sekolah lain yang mau menaikkan ke kelas berikutnya. Orang tua sebenarnya bermaksud membantu anak, menolongnya, agar terhindar dari rasa malu. Akibatnya anak akan mendapatkan kesulitan dikelas berikutnya. Meski berat bagi anak, lebih baik anak mengulang pelajaran tersebut di kelas yang sama bersama dengan teman-teman yang lebih muda darinya. Hal ini tentu mengajarkan tanggung jawab pada anak, bahwa diperlukan usaha yang lebih untuk mendapatkan hasil yang lebih pula.

Tentu saja dunia tidak akan runtuh dan kiamat hanya karena anak tidak naik kelas. Banyak orang sukses yang memiliki kisah pernah tidak naik kelas. Salah satunya adalah Rhenald Kasali PhD, seorang pakar manajemen pemasaran yang Sabtu, 4 Juli pekan lalu dikukuhkan sebagai guru besar ilmu manajemen di Universitas Indonesia. Ada kisah menarik di balik raihan yang membanggakan itu. "Saya pernah tidak naik kelas, waktu kelas 5 ke kelas 6 SD. Waktu itu saya malu banget, takut dan merasa sudah menyakiti ibu saya. Akhirnya itu menjadi membuat saya terobsesi untuk maju. Jadi, saya menjadi guru besar ini penuh dengan perjuangan" katanya dalam orasinya di acara pengukuhan Guru Besar UI, di Balai Sidang, UI, Depok.

Oleh karena itu, sekali lagi, tidak naik kelas bukanlah kiamatnya masa depan kita. Bias saja itu justru akan membuka pintu keberhasilan di masa berikutnya. Selamat, jika ada di antara anak-anak yang tidak naik kelas, anak-anak mengulang di kelas yang sama tahun ini. Juga selamat kepada orang tua yang sudi mendampingi anak-anak dengan penuh kesabaran, dan kasih yang menguatkan. Terus bersemangat dan Selamat berjuang di tahun ajaran baru, semoga lebih baik dari tahun kemarin dan sukses selalu.

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Siswa Tahun Pelajaran 2018-2019

Pembagian Kelas Baru Tahun Pelajaran 2012-2013

Daftar Siswa Kelas Tahun Pelajaran 2015/2016